Oleh Prabowo Subianto [dari Buku 1 Kepemimpinan Militer: catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto
Selain rasio gini, salah satu indikator kesenjangan ekonomi di Indonesia adalah data lokasi kegiatan ekonomi atau perputaran uang di dalam negeri. Besar ekonomi Indonesia atau PDB pada tahun 2020 lalu adalah USD 1.058 miliar, atau sekitar Rp. 15.300 triliun jika menggunakan kurs satu dollar setara Rp. 14.500. Sekitar 70% dari perputaran ekonomi sebesar Rp. 15.300 triliun berputar di Jakarta. Sebagian besar sisanya berputar di kota-kota besar lainnya seperti Surabaya, Medan, dan Semarang. Hanya segelintir saja yang beredar di desa-desa di seluruh Indonesia. Itupun banyak terkonsentrasi di pulau Jawa. Saya juga baru membaca laporan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terkait simpanan uang di seluruh bank-bank yang ada di Indonesia. Posisi per September 2023, totalnya ada Rp. 8.205 triliun uang yang tersimpan di seluruh bank di Indonesia. Ternyata, dari seluruh uang yang tersimpan di seluruh bank di Indonesia, 52% ada di cabang-cabang Jakarta. Walaupun jumlah penduduk Jakarta hanya 3,9% penduduk Indonesia, namun 52% simpanan dimiliki / dikelola penduduk Jakarta. Rata-rata simpanan per rekening Jakarta juga sangat besar, Rp. 402 juta per rekening, dibandingkan rata-rata nasional Rp. 29 juta per rekening. Konsentrasi ekonomi di Jakarta dan pulau Jawa ini berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat Indonesia. Infrastruktur seperti jalan raya, kereta dan listrik tidak tersedia dengan baik pedesaan dan di luar Jawa. Bahkan, di kampung halaman saya, di Sulawesi Utara, mati listrik selama 6-12 jam masih menjadi hal yang lumrah di tahun 2019. Yang patut menjadi perhatian kita semua, dan harus kita selesaikan dalam tempo cepat adalah soal gizi. Di NTT, dua dari tiga anak mengalami stunting atau gagal tumbuh akibat malnutrisi. Malnutrisi adalah bahasa halus dari kelaparan. Di Jakarta, angka malnutrisi mencapai 1 dari 3 anak. Ini adalah fakta yang menyesakkan di tengah banyaknya gedung pencakar langit dan hotel-hotel mewah. Ini berbahaya, karena artinya 1 dari 3 orang Indonesia tidak memiliki kesempatan bersaing yang sama. Anak yang kurang nutrisi akan sulit berprestasi di sekolah, dan setelah dewasa akan sulit mendapatkan pekerjaan yang berpenghasilan tinggi.
Source link