Bung Karno dan Kecap Terbaik di Dunia

by -187 Views

Kecap Blitar yang Enak Menjadi Kecap Nomor Satu di Dunia

Kurang dari tiga tahun yang lalu, di Frankfurt Book Fair, Jerman, pameran buku terbesar di dunia, almarhum Bondan ‘Maknyus’ Winarno mempersembahkan buku karyanya, Kecap Manis: Bumbu Nasional Indonesia. Melalui buku yang mewah, setebal 300 halaman, dan diterbitkan oleh Afterhours Book, Bondan ‘menyatakan’ bahwa kecap manis adalah warisan kuliner asli Indonesia. Buku Bondan dijual dengan harga yang lumayan tinggi, Rp 990 ribu. Namun, buku yang membahas secara mendalam tentang kecap, terutama kecap manis, memang merupakan barang langka. “Ini buku yang luar biasa,” kata Lutfi Ubaidillah, seorang pengusaha swasta asal Bandung. Lutfi bukan sekadar penggemar kecap. Dia sendiri sangat menyukai kecap, terutama kecap manis. “Saya selalu membawa saus kecap sachet ke mana-mana. Bahkan di kantor, saya selalu menyediakan botol plastik berisi kecap,” tambahnya. Lutfi tidak keberatan disebut ‘tidak bisa hidup tanpa kecap’. Sejak kecil di Bandung, kecap manis selalu menjadi menu wajib di meja makan keluarganya. Dia adalah penggemar yang sangat serius terhadap kecap. Tidak hanya memakan dengan kecap, dia juga mengoleksi botol kecap dari berbagai daerah di Indonesia dan membuat blog khusus tentang Kecap Nomor Satu di Dunia, kecap-kecap asli Indonesia, Wikecapedia. Semasa hidupnya, Bondan, seorang mantan wartawan yang hobi kuliner, juga pernah mengumpulkan kecap-kecap nusantara. Koleksinya mencakup lebih dari seratus merek, termasuk Kecap Blitar, Zebra dari Bogor, Sawi dari Kediri, Bentoel dari Banyuwangi, Kambing Dua dari Singkawang, Buah Kelapa dari Sumenep, dan Roda Mas dari Banjarmasin. Meskipun mungkin tidak ada banyak penggemar kecap sekaligus kolektor botol kecap seperti Bondan dan Lutfi, namun pasti ada banyak sekali penggemar kecap di seluruh Indonesia. Tidak heran jika terdapat ratusan perusahaan kecap yang tersebar dari Medan, Bangka, Garut, hingga Banyuwangi. Bahkan sebagian merek kecap telah bertahan hingga beberapa generasi. Mulai dari perusahaan besar seperti Bango, Indofood, dan ABC, hingga perusahaan skala rumah tangga yang hanya dikenal di daerah tertentu seperti kecap cap Pulau Djawa di Pekalongan, kecap Kentjana di Kebumen, atau kecap Tin Tin asal Garut, Jawa Barat. Di antara industri kecap turun-temurun tersebut adalah Kecap Maja Menjangan di Majalengka, Jawa Barat, dan kecap Cap Tomat Lombok dari Tegal, Jawa Tengah. Didirikan oleh Saad Wangsawidjaja pada tahun 1940, usaha Kecap Maja Menjangan kini sudah diwariskan ke generasi kedua. Saad mulai berjualan kecap buatannya dari pasar ke pasar dengan berbekal sepeda ontel, bahkan sampai ke Indramayu yang jaraknya 70 kilometer dari rumahnya. Meskipun pernah meraih masa kejayaannya hingga tahun 1990-an, kecap Maja Menjangan dan kecap lokal lainnya semakin terdesak oleh merek-merek besar. Namun, pengusaha-pengusaha kecap ini tidak mudah menyerah. Meski terus mengalami kerugian, pemilik Maja Menjangan yang kini dikelola oleh Suhardi, tidak mau menyerah. “Mereka menawarkan kerjasama dengan produksi 120 ribu botol per hari. Meski ada tawaran tersebut, mereka tidak ingin melepas warisan usaha keluarga,” ujar Sumarnoto Hadisuwono, generasi ketiga pemilik kecap Cap Tomat Lombok. Seiring dengan itu, pada pertengahan tahun 1960-an, Presiden Sukarno pernah mengundang sejumlah wartawan di Jakarta ke Istana. Di sana, ia hanya bisa menyajikan sepiring nasi goreng yang sudah dingin dan dua butir telur sebagai santapan. Namun, Bung Karno dengan santai meminta pelayan untuk membawakan sebotol kecap sebagai pelengkap. Beliau mengatakan bahwa kecap tersebut adalah kecap paling enak di dunia dan berasal dari Blitar, Jawa Timur. Hal ini menunjukkan betapa kecap Blitar menjadi favorit di mata Bung Karno. Meski tidak jelas merek kecap asal Blitar kesukaan Bung Karno dan Megawati, namun di Blitar terdapat beberapa merek kecap seperti Cap Bajang, Cemara, dan Cap Durian Emas. Mereka tidak hanya memproduksi kecap manis, tetapi juga kecap asin yang telah dikenal sejak lama oleh masyarakat. Dalam sejarahnya, kecap telah dikenal sejak abad ke-3 di Tiongkok. Meskipun kecap bukan berasal dari Indonesia, namun kecap telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari lidah masyarakat Indonesia. Di setiap daerah, setiap pabrik, memiliki resep tersendiri dalam pembuatan kecap. Bagi pecinta kecap, seperti halnya kopi, setiap merek kecap memiliki karakteristiknya masing-masing, tergantung dari bahan baku dan cara pembuatannya. Di Korea Selatan, kecap disebut ganjang. Orang Jepang menyebutnya shoyu. Orang Melayu menggunakan istilah kicap. Di China, kecap dikenal dengan sebutan jiang yu. William Shurtleff dan Akiko Aoyagi menyatakan bahwa VOC Belanda pertama kali mengangkut shoyu dari Jepang ke Batavia, Hindia Belanda, pada tahun 1647. Usia kecap sendiri jauh lebih tua lagi, diperkirakan kecap sudah dikenal di Tiongkok pada abad ke-3 dan istilah “kecap” sudah digunakan pada pertengahan 1600-an. Meskipun kecap tidak berasal dari Indonesia, namun kecap manis merupakan produk yang populer di Indonesia dan dikenal oleh masyarakat Nusantara. Beberapa pabrik kecap tua yang masih bertahan hingga saat ini, seperti Kecap Benteng Cap Istana dari Tangerang dan Kecap Cap Orang Jual Sate dari Probolinggo, telah melayani masyarakat Indonesia sejak abad lalu. Meskipun eksistensi kecap manis di Malaysia cukup terbatas, namun Bondan Winarno berpendapat bahwa kecap manis di Malaysia hanyalah tiruan dari kecap manis di Indonesia. Malaysia tidak memiliki sejarah kecap manis dan hanya meniru Indonesia dalam pembuatan kecap manis.

Source link