Oleh: Prabowo Subianto [kutipan dari “Transformasi Strategis Bangsa: Menuju Indonesia Emas 2045”, hal. 53-54, edisi ke-4]
Bersamaan dengan tantangan strategis global seperti perubahan iklim, konflik geopolitik, dan ekspansi cepat kecerdasan buatan, Indonesia dihadapkan pada beberapa isu nasional yang mendesak.
Salah satu tantangan signifikan adalah penutupan jendela bonus demografi yang akan segera terjadi. Kekayaan negara kita terus mengalir ke luar negeri, mengakibatkan aliran kekayaan nasional yang konsisten keluar. Selain itu, ekonomi kita ditandai oleh ketidaksetaraan dan kurangnya keseragaman. Demokrasi kita juga terganggu oleh pengaruh keuangan yang berlebihan dalam politik.
Kemampuan kita untuk menjadi negara yang maju dan makmur bergantung pada kapasitas kita untuk mengelola dan mengatasi tantangan global dan domestik ini.
Penutupan Jendela Bonus Demografi
Penduduk kita adalah aset kita, terutama dengan usia median saat ini 29 tahun, yang menandakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia berada dalam tahun-tahun produktif mereka, ideal untuk belajar dan bekerja secara efisien.
Namun, indikator usia median ini dari penduduk yang muda dan produktif tidak akan bertahan selamanya. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang melambat, proporsi penduduk muda Indonesia akan turun secara tak terhindarkan. Menurut proyeksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sekitar tahun 2035—hanya 13 tahun dari sekarang—usia median akan naik.
Secara historis, sulit bagi negara-negara untuk mencapai kekayaan dan kemakmuran ketika populasi mereka menua melebihi masa produktifnya. Saat ini berada sebagai negara berpenghasilan menengah, tujuan kita adalah naik ke status berpenghasilan tinggi.
Untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi ini, PDB per kapita kita harus naik menjadi $14.000, atau sekitar IDR 210 juta per tahun, yang berarti pendapatan bulanan sekitar IDR 17,5 juta untuk setiap penduduk.
Kita hanya memiliki 13 tahun untuk keluar dari jerat berpenghasilan menengah dan menghindari nasib menjadi negara tua sebelum menjadi kaya, seperti yang terjadi di Thailand. Thailand telah menjadi masyarakat yang menua tanpa mencapai kekayaan terlebih dahulu. Kita harus menghindari hal ini dengan memastikan pertumbuhan ekonomi yang cepat agar kita dapat menjadi makmur sebelum profil demografis kita menua secara signifikan.