Cao Cao: Sebuah Figur Berdampak dalam Sejarah Tiongkok

by -83 Views

Cao Cao adalah pemimpin yang brilian. Sejak awal karier militernya, dia selalu memimpin dari garis depan, ikut berperang bersama anak buahnya. Karena keahliannya dalam bela diri dan strategi perang, loyalitas Cao Cao terhadap pasukannya menjadi salah satu kunci utama dalam kepemimpinannya. Dari sini kita belajar bahwa pemimpin yang setia kepada anak buahnya akan mendapatkan kesetiaan anak buahnya. Itulah yang membuat para prajuritnya rela mati demi dia. Cita-citanya sangat tinggi, menyatukan kembali Tiongkok yang terpecah sama sekali bukan pekerjaan yang mudah. Dia juga loyal, setia pada pimpinannya yaitu Kaisar Tiongkok, dan juga setia pada anak buahnya.

Masa “Tiga Kerajaan” menurut saya adalah salah satu masa yang paling signifikan dan menarik untuk dipelajari dalam sejarah Tiongkok. Masa Tiga Kerajaan diawali dengan melemahnya pemerintahan Dinasti Han sekitar tahun 180-an Masehi yang menyebabkan kerusuhan hampir di seluruh daratan Tiongkok.

Dalam kekacauan dan peperangan ini, tokoh pemimpin yang karakternya kuat bermunculan. Salah satu di antaranya adalah Cao Cao. Ia memerintahkan para anak buahnya untuk menghukum siapa pun yang melanggar hukum dengan adil, tanpa pandang bulu. Terbukti Cao Cao dianggap terlalu berbahaya oleh para pemimpin lainnya dan akhirnya diangkat menjadi komandan pasukan kavaleri untuk menumpas pemberontakan di Provinsi Yu. Pemberontakan berhasil ditumpas, namun di Luoyang terjadi perselisihan antara para Kasim istana dengan Jenderal He Jin.

Situasi kekacauan semakin terjadi setelah Jenderal Dong Zhuo menggulingkan kaisar. Cao Cao menolak untuk membantu Dong Zhuo dan malah berbalik melawannya. Ia kemudian membentuk koalisi dengan gubernur dan pimpinan daerah-daerah untuk melawan Dong Zhuo. Setelah masa kekacauan tersebut, Cao Cao berhasil mengambil alih Chang An dan Luoyang, serta menyelamatkan Kaisar Xian.

Menghadapi perlawanan dari Liu Bei dan Sun Quan, Cao Cao berusaha untuk menyatukan kembali Tiongkok. Namun, ia wafat sebelum mewujudkan cita-citanya. Dalam wasiatnya, Cao Cao menyatakan bahwa negara Tiongkok belum stabil untuk menghias makamnya dengan emas dan batu Giok.

Cao Cao meninggalkan kepemimpinan yang menginspirasi, di mana keahliannya dalam bela diri dan strategi perang, juga loyalitasnya terhadap pasukannya, menjadi kunci utama dalam kepemimpinannya.