LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SULTAN HASANUDDIN]

by -18 Views

By: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I]

Dalam ratusan tahun sejarahnya, Indonesia telah memiliki pemimpin yang tangguh, pembela rakyat, dan pejuang keadilan yang dengan berani menentang kolonisasi dan dominasi oleh negara lain. Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk mengendalikan Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil melawan penjajah kolonial.

Terkadang, seiring berjalannya waktu, kita cenderung melupakan cerita-cerita leluhur kita. Terkadang kita lupa sejarah kita dan mempertanyakan identitas kita sendiri.

Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada tahun 1631. Dia adalah putra kedua Sultan Malikussaid. Dia juga dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda karena keberaniannya, yang berarti Ayam Jago Timur.

Sejak kecil, terlihat bahwa dia memiliki jiwa seorang pemimpin. Selain pandai, dia juga pandai berdagang. Oleh karena itu, dia memiliki jaringan perdagangan yang luas. Dia juga sering diundang oleh ayahnya untuk menghadiri pertemuan-pertemuan penting dengan harapan melatihnya dalam pengetahuan dan seni diplomasi serta perang. Ayahnya beberapa kali mempercayakan kepadanya untuk menjadi duta yang mengirimkan pesan ke berbagai kerajaan.

Ketika baru berusia 21 tahun, Hasanuddin diangkat sebagai menteri pertahanan Gowa. Setelah menjadi Raja, Sultan Hasanuddin menciptakan beberapa masalah untuk Belanda. Keteguhan hati Sultan Hasanuddin dapat dilihat dari penolakannya yang teguh terhadap monopoli perdagangan VOC.

Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk mengendalikan Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Gowa melawan kekuatan kolonial. Hal ini menggagalkan rencana Belanda untuk memonopoli perdagangan di Indonesia Timur. Sultan Hasanuddin mengingat dan menaati prinsip-prinsip leluhurnya bahwa dia harus menggunakan sumber daya dan laut untuk menjamin kemakmuran rakyat.

Selama masa pemerintahannya, Kesultanan Gowa memegang peran penting dalam aktivitas perdagangan di seluruh Nusantara, terutama Nusantara timur. Ekonomi Gowa pada masa itu bergantung pada perdagangan maritim. Kesultanan menjadi pusat perdagangan Nusantara dan komunitas internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark.

Melihat kemajuan tersebut, Belanda tertarik untuk mengambil alih kendali Kesultanan. Hal ini akhirnya memicu perselisihan antara Sultan Hasanuddin dan pasukan Belanda.

Perselisihan ini kemudian memuncak dalam perang di sekitar Sulawesi Selatan. Pada tahun 1667, perang berakhir dengan perjanjian Bongaya. Namun, perjanjian ini menghasilkan beberapa keputusan yang merugikan Sultan Hasanuddin dan rakyatnya.

Perjanjian memungkinkan VOC memaksa Gowa-Tallo untuk menerima hak monopoli perdagangan di Nusantara Timur. Semua negara barat harus meninggalkan Gowa kecuali Belanda, dan Gowa diwajibkan membayar ganti rugi perang.

Sultan Hasanuddin melawan kembali dalam tahun-tahun berikutnya, tetapi tidak ada hasil yang memuaskan yang dicapai, dan VOC terus mendominasi Makassar. Diklaim bahwa alasan utama runtuhnya Gowa-Tallo adalah perjanjian tersebut, terutama setelah Sultan Hasanuddin meninggal pada tahun 1670.

Source link