Prabowo Subianto soal Demokrasi: Kritik itu Harus, Namun Tetap Objektif

by -104 Views

Jakarta – Presiden terpilih untuk periode 2024-2029, Prabowo Subianto, menegaskan bahwa demokrasi akan menjadi lebih kuat di Indonesia seiring dengan perkembangan internet dan media sosial.

Beliau menyatakan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang berpusat pada kedaulatan rakyat, di mana rakyat memiliki kekuasaan dan hak untuk memilih pemimpin mereka.

“Karena jumlah penduduk Indonesia yang banyak, maka diterapkan sistem perwakilan. Rakyat memiliki kedaulatan untuk memilih wakil-wakil mereka di parlemen, dan rakyat juga memiliki hak untuk memilih presiden, bupati, dan gubernur dalam sistem presidensial. Hal ini merupakan kehendak rakyat kita,” jelas Prabowo dalam wawancara eksklusif bersama tvOne dengan tema “Prabowo Subianto Bicara Untuk Indonesia” pada Rabu (22/5) malam.

Lebih lanjut, ketika ditanya mengenai apakah pemerintahannya nanti akan melarang kritik atau tidak, Prabowo menegaskan bahwa kritik sangat diperlukan dan harus bersifat objektif.

“Kritik harus ada dan diperbolehkan, itu adalah bagian dari check and balances yang mengamankan. Namun, kritik harus bersifat konstruktif dan objektif,” ungkap Prabowo.

Mengenai kebebasan pers, Prabowo menekankan bahwa hal tersebut sangat penting meskipun beberapa media di Indonesia telah menjadi milik segelintir konglomerasi bisnis.

“Media mainstream adalah bisnis yang memiliki pemiliknya. Jadi, apakah media mainstream yang dimiliki oleh sejumlah orang tersebut benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat atau kepentingan pemiliknya?” ujar Prabowo.

Namun, Prabowo berharap bahwa di era media sosial yang berkembang pesat, masyarakat dapat memiliki akses informasi dari berbagai sumber dan tidak hanya dikuasai oleh sejumlah pemilik media saja.

“Saat ini, terjadi fenomena baru yaitu revolusi informasi melalui media baru seperti internet, media sosial, dan TikTok. Informasi dapat cepat sampai ke masyarakat,” tutur Prabowo.

“Menurut saya, demokrasi akan menjadi lebih kuat. Sekarang, tidak mungkin hanya 5-6 orang mengendalikan opini sebuah bangsa,” tambahnya.

Source link