Our Mission: Turning Cooperatives into Tools for Equity and Self-Sufficiency

by -114 Views

Oleh Prabowo Subianto, yang diambil dari buku “Strategi Transformasi Nasional: Menuju Indonesia Emas 2045,” halaman 211-212, edisi keempat dalam bentuk softcover.

Koperasi pada dasarnya tentang menyamakan peluang. Mereka ada untuk memberdayakan mereka yang kurang beruntung, oleh karena itu revitalisasi mereka dalam ekonomi kita sangat penting.

Namun, hal ini tidak berarti bahwa kita harus memperkuat koperasi dengan merugikan sektor swasta. Jauh dari itu. Doktrin ekonomi kita mendorong persaingan: biarkan sektor swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan koperasi bersaing untuk kemajuan.

Namun, koperasi bertugas untuk mendukung atau memberdayakan mereka yang kurang beruntung. Prinsip ini bukan tentang menciptakan permusuhan tetapi tentang maju bersama.

Oleh karena itu, sektor swasta, BUMN, dan koperasi sama-sama memiliki peran dalam mendorong ekonomi bangsa kita. Masing-masing, dengan kekuatan uniknya, dapat memberikan kontribusi yang signifikan. Pendekatan ini telah berhasil diterapkan di negara-negara seperti Korea, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan China.

Pada suatu waktu, koperasi Indonesia sangat diinginkan oleh banyak negara, yang datang untuk belajar dari inisiatif kami seperti BIMAS dan BULOG, serta perjalanan kami menuju swasembada.

Saya yakin dengan kepemimpinan yang tepat, koperasi di Indonesia dapat berkembang dan menjadi alat-alat yang kuat untuk kesetaraan.

Ya, akan ada tantangan dan kegagalan.

Sebagai contoh, mari kita bicara tentang produksi dan distribusi pupuk. Pupuk diproduksi oleh pabrik-pabrik milik negara, oleh rakyat, bukan? Uang rakyat membangun pabrik-pabrik tersebut. Modal kerja adalah uang rakyat. Tetapi, begitu pupuk diproduksi dan siap untuk didistribusikan, akhirnya berada di tangan distributor swasta. Pada masa Presiden Suharto, era Orde Baru, tidak seperti ini. Distribusi pupuk ditangani oleh koperasi, koperasi unit desa (KUD).

Karena beberapa menganggap koperasi tidak sejalan dengan prinsip pasar bebas, mereka diganti dengan perusahaan swasta. Dengan privatisasi, distribusi jatuh ke tangan perseroan terbatas (PT), membawa masuk skenario yang terlalu akrab di Indonesia, bukan? Nepotisme menjadi pusat perhatian.

Oleh karena itu, kita perlu kembali ke prinsip-prinsip yang benar. Ini adalah milik rakyat, dibangun dengan uang rakyat, didanai oleh anggaran negara – uang rakyat; distribusinya juga harus dilakukan oleh rakyat, melalui koperasi dan pemerintah jika diperlukan.

Selain menjadi alat untuk kesetaraan, koperasi juga dapat mendorong swasembada kita. Namun, hal ini memerlukan upaya bersama, pemikiran, dan komitmen yang serius. Kita tidak boleh menganggap ini sebagai bisnis biasa. Ini bukan tugas biasa. Kita harus mendekatinya sebagai usaha nasional.

Source link