Gugatan Emil Dardak cs Dikabulkan, Kepala Daerah yang Dilantik pada 2019 Berhak Menjabat Hingga 2024

by -71 Views

Kamis, 21 Desember 2023 – 22:49 WIB

Tangkapan layar – Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo membacakan amar putusan dalam sidang yang diikuti secara daring dari Jakarta, Kamis (21/12/2023). (ANTARA/Fath Putra Mulya)

jatim.jpnn.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak dan enam kepala daerah lainnya perihal uji materi Pasal 201 Ayat (5) UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam sidang putusan yang diikuti secara daring dari Jakarta, Kamis (22/12).
MK menyatakan Pasal 201 Ayat (5) UU 10/2016 yang mengatur bahwa “gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023” bertentangan dengan UUD 1945.
Dengan adanya putusan itu, maka norma pasal dimaksud selengkapnya berbunyi “Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023; dan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019, memegang jabatan selama 5 tahun, terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024”.
Permohonan yang teregister dengan Perkara Nomor 143/PUU-XXI/2023 itu diajukan oleh Emil Dardak, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A. Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.
Para pemohon terpilih sebagai kepala daerah dari hasil Pilkada 2018 dan baru dilantik pada 2019. Mereka merasa dirugikan dan dilanggar hak konstitusionalnya sebagai kepala daerah karena masa jabatannya terpotong atau tidak penuh lima tahun.
Pada pertimbangannya, MK dapat melihat kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon berupa pemotongan masa jabatan bagi kepala daerah/wakil kepala daerah yang dipilih tahun 2018 tetapi baru dilantik pada 2019 karena menunggu berakhirnya masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah sebelumnya.
Menurut mahkamah, ketentuan norma Pasal 201 Ayat (5) UU 10/2016 ternyata menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan memberikan perlakuan berbeda di hadapan hukum sebagaimana yang didalilkan oleh para pemohon.

MK menilai hak konstitusional kepala daerah yang baru dilantik 2019 dan berakhir pada akhir 2023 itu bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak sampai 5 tahun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News