Sabtu, 04 November 2023 – 09:34 WIB
Tersangka Khoiri saat di Mapolres Pasuruan. Foto: Dok Polres Pasuruan
jatim.jpnn.com, JAKARTA – Kasus pembunuhan menantu perempuan yang dilakukan ayah mertua di Pasuruan tergolong femisida.
Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat mengatakan perempuan menjadi sasaran pembunuhan karena posisinya dipandang subordinat dan makhluk seksual.
“Pelaku femisida bisa laki-laki dari mana saja, mulai dari pasangan yang dapat disebut femisida pasangan intim, orang tak dikenal, ayah tiri, mertua, bahkan pejabat publik atau aktor negara,” kata Rainy, Jumat (3/11).
Femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang didorong kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, penikmatan, dan pandangan sebagai kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hatinya.
Pihaknya menyebut femisida adalah bentuk kekerasan berbasis gender yang paling sadis dan ekstrem. Femisida umumnya bukan kekerasan tunggal, melainkan kekerasan berlapis.
Korban mengalami kekerasan fisik atau kekerasan lainnya sebelum dibunuh.
“Dalam kasus femisida oleh mertua terhadap menantu yang tengah hamil, korban dibunuh saat mempertahankan diri, mencegah pemerkosaan oleh mertua laki-laki,” ujarnya.
Namun, istilah femisida sendiri belum dikenal dalam perundang-undangan nasional.
Ayah mertua yang membunuh menantunya dinilai sebagai femisida, begini penjelasannya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News
Sabtu, 04 November 2023 – 09:34 WIB
Tersangka Khoiri saat di Mapolres Pasuruan. Foto: Dok Polres Pasuruan
jatim.jpnn.com, JAKARTA – Kasus pembunuhan menantu perempuan yang dilakukan ayah mertua di Pasuruan tergolong femisida.
Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat mengatakan perempuan menjadi sasaran pembunuhan karena posisinya dipandang subordinat dan makhluk seksual.
“Pelaku femisida bisa laki-laki dari mana saja, mulai dari pasangan yang dapat disebut femisida pasangan intim, orang tak dikenal, ayah tiri, mertua, bahkan pejabat publik atau aktor negara,” kata Rainy, Jumat (3/11).
Femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang didorong kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, penikmatan, dan pandangan sebagai kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hatinya.
Pihaknya menyebut femisida adalah bentuk kekerasan berbasis gender yang paling sadis dan ekstrem. Femisida umumnya bukan kekerasan tunggal, melainkan kekerasan berlapis.
Korban mengalami kekerasan fisik atau kekerasan lainnya sebelum dibunuh.
“Dalam kasus femisida oleh mertua terhadap menantu yang tengah hamil, korban dibunuh saat mempertahankan diri, mencegah pemerkosaan oleh mertua laki-laki,” ujarnya.
Namun, istilah femisida sendiri belum dikenal dalam perundang-undangan nasional.
Ayah mertua yang membunuh menantunya dinilai sebagai femisida, begini penjelasannya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News